Moustakas (dalam Landreth, 2001) menggambarkan lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan, yaitu :
1) Emosi negatif terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain. Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang bermain, alat permainan, atau pada terapis.
2) Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
3) Anak lebih fokus dalam mengekspresikan emosi negatif, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
4) Emosi dan sikap yang bertentangan, negatif dengan positif, kembali terjadi dengan fokus pada orang tua, diri anak, atau orang lain.
5) Anak mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negatif ataupun positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah, dan realistik dengan sikap positif yang lebih dominan.
Axline (dalam Landreth, 2001) menggambarkan proses tahapan ekspresi diri klien melalui permainan sebagai berikut: pada saat sesi terapi berkembang, banyak sikap dan emosi klien yang diekspresikan secara simbolik dari permainan ke permainan, dari klien ke orang khayalan, dari klien ke orang yang sesungguhnya, dan dari anak ke objek emosinya. Pada akhir terapi, klien bertanggung jawab atas emosinya tersebut, dan mengekspresikan diri secara jujur dan terbuka melalui permainan. Klien akan menyadari emosinya, dan belajar mengontrol ataupun menghilangkan emosi tersebut. Dalam terapi ini dibutuhkan lingkungan yang menerima tanpa syarat dan aman.
Sumber : www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar